Monday 10 October 2022

Memaknai Kisah Qarun dalam Alquran dan Hilangnya Akal Sehat

 Assalamu'alaikum wr wb

Literasi pagi

Memaknai Kisah Qarun dalam Alquran dan Hilangnya Akal Sehat

Qarun adalah manusia kaya raya yang hidup di zaman Nabi Musa. Di dalam Alquran dijelaskan, kekayaannya sangat melimpah. Bahkan, untuk kunci-kuncinya saja harus dipikul sejumlah orang dengan badan yang besar dan kuat. (QS Al Qashash [28]: 76).

Dia menghalalkan segala cara utk mendapatkan kekayaannya, bahkan dengan cara menipu ataupun mengurangi hak orang lain, ia angkuh dan sombong. Hatinya beku dan akalnya keras, sehingga ia tidak bisa menerima nasihat kebenaran. Ketika diperingatkan agar tidak angkuh dan sombong dengan harta yang dimilikinya ia malah berpaling sembari berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS Al Qashash [28]: 78).

Menurut Ibnu Katsir, ucapan Qarun itu menunjukkan bahwa dia tidak butuh nasihat kebenaran. Bahkan, ia tidak merasa butuh dengan apa pun, termasuk ampunan dan ancaman Alloh. Ia merasa dirinya hebat, pandai, dan harta yang dimilikinya murni karena kepintarannya.

Sikap Qarun yang tidak bisa menghargai orang lain dan selalu menganggap dirinya lebih baik dan lebih terhormat hanya semata-mata karena harta yang dimiliki adalah sikap orang yang kurang akal. Sikap demikian biasanya umum terjadi pada mereka yang dititipi harta kekayaan.

Syekh Ibnu Atha'illah dalam kitabnya menjelaskan,  “Hal pertama yang semestinya engkau tangisi adalah akalmu. Sebagaimana kekeringan bisa terjadi pada rumput, akal juga bisa mengering. 

Berkat akal manusia dapat hidup berdampingan bersama manusia lain dan bersama Alloh. Bersama manusia dengan akhlak yang baik dan bersama Alloh dengan mengikuti apa yang diridai-Nya.”

Jadi, kriteria orang berakal atau tidak, sama sekali bukan pada berapa kekayaan yang dimiliki, tetapi pada bagaimana akhlak yang dimiliki, baik akhlak kepada sesama manusia maupun kepada Alloh.

Semakin baik akhlak seseorang terhadap sesama manusia dan terhadap Alloh  maka bisa dipastikan bahwa orang itu adalah orang yang berakal. Sebaliknya, semakin buruk akhlak seseorang terhadap sesama dan terhadap Alloh maka bisa dipastikan bahwa orang itu tidak berfungsi akal sehatnya.

Lebih jauh orang berakal adalah orang yang paling ingin mendapat cinta dari Alloh dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda, “Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti adalah yang paling baik akhlaknya, yaitu yang tawadhu' yang mencintai dan dicintai.” (HR Thabrani).

Di dalam Alquran, orang yang berakal disebut sebagai ulul albab. “Yaitu orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 191).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang berakal bukanlah orang yang semata-mata kaya, tetapi orang yang memanfaatkan siang dan malamnya utk zikir dan pikir, sehingga tidak bertambah usia melainkan bertambah baik keimanan dan ketakwaannya, serta semakin baik pula akhlaknya, baik kepada sesama maupun kepada Alloh.

Wasalamu'alaikum wr wb

No comments:

Post a Comment